Resopa Temmangingngi Namalomo Naletei Pammase dewata...
Home » » KESUCIAN HIDUP KAUM MISKIN

KESUCIAN HIDUP KAUM MISKIN

Adalah penting “Pengabdi Keadilan” menyadari betapa tinggi martabat hidup kaum miskin dan menyadari bahwa hidup mereka adalah suci. Dalam sejarah manusia, fungsi hakim pada awalnya secara eksklusif adalah membantu mereka yang karena kelemahannya tidak dapat membela diri, dan tidak berdaya menghadapi ancaman pihak lain. Sedang, konsep hak-hak asasi muncul pada waktu berhadapan dengan hidup orang-orang yang tertindas,
ada kesadaran spontan bahwa situasi ketertindasan itu seharusnya tidak ada. Ada suatu proses dan sekaligus mengandung tuntutan radikal untuk membela mereka. Utopia (kesadaran palsu) mengenai munculnya Ratu Adil menyatakan bahwa keadilan yang ditegakkan Sang Ratu bukan pertama-tama dijatuhkannya putusan pengadilan yang adil, tetapi adalah perlindungan yang ia berikan kepada mereka yang tidak berdaya, lemah, miskin, serta para janda dan yatim piatu. Hak untuk hidup adalah hak kaum miskin, sebab hidup mereka selalu terancam antara hidup dan mati, dan sering dijadikan “tumbal” yang tak terbela, serta dianggap sebagai biaya yang wajar demi pertumbuhan ekonomi/pembangunan. Hidup setiap manusia adalah suci terutama hidup kaum miskin, sebab mereka selalu mengundang setiap hati nurani yang tulus untuk menolong mereka.

Setiap hati nurani yang tulus menilai, bahwa kehidupan kaum miskin tidak sesuai dengan martabat mereka sebagai manusia. Bukankah orang mengalami bahwa tidak ada yang lebih mengerikan daripada situasi kesengsaraan dan kematian kaum miskin yang menyedihkan yang terjadi setiap hari di dunia ini ? Lebih lagi kalau orang menyaksikan akibat perjuangan kaum miskin untuk membebaskan diri dari kemiskinan: penganiayaan, penggusuran, penghukuman. Juga para Ibu yang mengungsi dengan membawa anaknya yang sekarat. Orang dibuat oleh mereka, kaum miskin, untuk memprotes sikap atau pendapat para elite, bahwa pertumbuhan ekonomi tidak dapat dielakkan akan menciptakan ketidaksamaan yang tajam (kesenjangan) dalam pembagian pendapatan pada tahap-tahap permulaan; bahwa pertumbuhan ekonomi yang membawa kesengsaraan pada kelompok-kelompok berpendapatan rendah (minim) tak dapat dihindari. Juga, bahwa penderitaan generasi sekarang merupakan sumbangan langsung bagi kebahagiaan generasi berikutnya; bahwa orang tua selayaknya mengorbankan diri untuk masa depan anak-anak mereka. Sementara itu para elite bersama keluarganya jauh dari ikut merasakan penderitaan yang dialami oleh kaum-kaum miskin yang diakibatkan oleh pembangunan ekonomi. Hanya kaum-kaum miskin yang diharuskan menanggung beban penderitaan akibat pertumbuhan ekonomi (pembangunan). Di sisi lain yang fascinans (mempesona).

Hidup orang miskin itu memukau dan menawan . Bagi orang, tak ada yang lebih menawan dari pada senyum anak kecil dari keluarga kaum miskin yang rindu untuk hidup yang lebih baik, organisasi orang-orang miskin baik kecil maupun besar untuk mempertahankan hidup, dan kebanggan yang mereka tunjukkan sewaktu mereka bertekad memperbaiki hidup mereka sebagai kelompok kaum miskin. Orang menjadi ngeri bukan hanya karena banyaknya kaum miskin di dunia, tetapi juga mereka mengajukan pertanyaan kepada setiap orang, apakah dirinya tidak juga ikut serta membuat mereka sengsara dan menderita. Orang juga terpesona, karena hidup mereka mengundang ajakan baginya untuk memperbaiki, suatu undangan yang mendesak dan menjanjikan keselamatan. Inilah undangan yang mendesak yang tidak dapat direlatifkan atas nama ideologi apapun. Hak hidup kaum miskin merupakan hak yang suci ! Dan mereka merupakan mayoritas di bumi ini. Masuk dalam dunia kaum miskin dan mencoba untuk membela hak-hak mereka merupakan tindakan perwujudan kesucian. Bahkan, dapat dikatakan orang yang sungguh membela hak-hak kaum miskin akan mengalami dan menemukan kehadiran Yang Kudus. Inilah tugas suci kaum beriman khususnya “Pengabdi Keadilan”. Yang Kudus akan ditemukan oleh kaum beriman dalam tindakannya membela hidup kaum miskin. Tugas atau tuntutan membela kaum miskin bukanlah sekedar salah satu tuntutan dari banyak tuntutan, melainkan adalah tuntutan yang primer, tuntutan yang fundamental. Membela kaum miskin merupakan tuntutan primer dari hidup moral manusia. Membela kaum miskin juga merupakan suatu perjuangan. Membela hidup kaum miskin itu lebih daripada membebaskan mereka dari kematian. Membela mereka berarti aktif berjuang menghadapi kematian. Mengapa membela kaum miskin merupakan perjuangan ?

Karena ancaman terhadap hidup kaum miskin bukan hanya berasal dari daya-daya alami saja. Orang yang membela kaum miskin akan bergumul dengan sumber ancaman hidup kaum miskin, yaitu ‘kuasa penindasan’. Sebagai konsekuensinya, ia akan mengorbankan hidupnya, sebab kuasa penindasan itu selalu menuntut adanya korban-korban sebagai makanannya.

Maka, membela kaum miskin berarti mempertaruhkan hidup; dan banyak orang atau kelompok telah rela mempertaruhkan hidup mereka. Mereka meyakini bahwa dengan berbuat itu mereka akan menemukan kehidupan sejati. Dalam arti ini, mereka menunjukkan kehidupan sejati. Dalam arti ini mereka menunjukkan adanya sesuatu “tremendum” (mencekamkan) dan sesuatu “fascinans” yaitu sesuatu yang menarik dan yang membawa mereka kepada penyerahan hidup yang mereka yakini sebagai jalan satu-satunya kepada kepenuhan hidup atau keselamatan. Mereka mengalami dan menghadapi penganiayaan. Membela kehidupan orang miskin menuntut mereka untuk mempertaruhkan hidup merdeka, sebagai bukti solidaritas yang tak terbantahkan !!

“Pengabdi Keadilan” haruslah menyadari bahwa kesengsaraan kaum miskin hanya dapat dihapuskan langkah demi langkah. Kesengsaraan manusia tidak pernah dapat diatasi secara tuntas dan penuh, Malahan, harus disadari, bahwa meskipun beritikad baik, usaha-usaha serta tindakan-tindakan pengabdi keadilan tidak jarang secara tak terduga melahirkan kesengsaraan dalam bentuk baru. Ini tidak berarti dalam menolong/memberdayakan kaum miskin pengabdi keadilan lalu tidak perlu bersungguh-sungguh.

Sebaliknya, dituntut perlunya ketekunan, usaha terus-menerus yang menuntut kesabaran. Dalam kesadaran inilah, perjuangan memerdekakan kaum miskin harus dalam bentuk perjuangan tanpa kekerasan. Perjuangan tanpa kekerasan ini dilandasi bahwa kehidupan setiap orang itu suci. Apalagi, sejarah telah mencatat bahwa perjuangan kekerasan tidak jarang membawa serta kesengsaraan yang lebih besar pada kaum miskin. Perubahan sosial harus cermat, penuh perhitungan untuk mengelakkan manusia yang lebih besar (penguasa ?).

0 komentar:

Posting Komentar


ShoutMix chat widget